Kamis, 20 Agustus 2015

diabetes insipidus

 BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
      Saat ini banyak ditemukan penyakit yang sifatnya degeneratif. Karena banyaknya komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat kepada masyarakat luar negeri dan adanya ketertarikan masyarakat terhadap gaya hidup masyarakat luar negeri sehingga banyak bermunculan penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes insipidus akibat gaya hidup yang tidak sehat. Penyakit diabetes insipidus ini kemungkinan besar akan megalami peningkatan jumlah penderitanya di masa datang akibat adanya gaya hidup yang tidak sehat yang dilakukan oleh masyarakat saat ini.
      Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan produksi, sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan ginjal yang tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Polidipsia dan poliuria dengan urin encer, hipernatremia, dan dehidrasi adalah keunggulan dari diabetes insipidus. Pasien yang memiliki diabetes insipidus tidak dapat menghemat air dan dapat menjadi sangat dehidrasi bila kekurangan air. Poliuria melebihi 5 mL / kg per jam, urin encer. Kondisi ini menimbulkan polidipsia dan poliuria.
      Jumlah pasien diabetes insipidus dalam kurun waktu 20 – 30 tahun kedepan akan mengalami kenaikan jumlah penderita yang sangat signifikan. Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah penderita diabetes insipidus, maka upaya yang paling tepat adalah melakukan pencegahan salah satunya dengan mengatur pola makan dan gaya hidup dengan yang lebih baik. Dalam hal ini peran profesi dokter, perawat, dan ahli gizi sangat ditantang untuk menekan jumlah penderita diabetes melitus baik yang sudah terdiagnosis maupun yang belum. Selain itu dalam hal ini peran perawat sangat penting yaitu harus selalu mengkaji setiap respon klinis yang ditimbulkan oleh penderita diabetes insipidus untuk menentukan Asuhan Keperawatan yang tepat untuk penderita Diabetes Insipidus.

1.2.Rumusan Masalah
      Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien diabetes insipidus

1.3.Tujuan
1.3.1.      Tujuan Umum
            Tujuan umum dari Penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai penyakit Diabetes Insipidus
1.3.2.      Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui definisi/pengertian Diabetes Insipidus.
2.      Untuk mengetahui epidemiologi/penyebaran Diabetes Insipidus.
3.      Untuk mengetahui macam-macam/klasifikasi Diabetes Insipidus.
4.      Untuk mengetahui etiologi dari Diabetes Insipidus.
5.      Untuk mengetahui factor resiko Diabetes Insipidus.
6.      Untuk mengetahui manifestasi klinis gejala Diabetes Insipidus.
7.      Untuk mengetahui patofisiologi Diabetes Insipidus.
8.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien Diabetes Insipidus.
9.      Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien Diabetes Insipidus.
10.  Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan akibat Diabetes Insipidus.
11.  Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien Diabetes Insipidus.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Definisi
      Diabetes insipidus adalah kegagalan tubuh untuk menyimpan air karena kekurangan hormon antidiuretik (ADH, vasopresin ), yang disekresikan oleh ginjal, atau karena ketidakmampuan ginjal untuk berespon pada ADH. Diabetes insipidus ditandai oleh polidipsi dan poliuria.
      Diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi sekresi dan fungsi dari ADH.
      Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang disebabkan oleh defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic (ADH). Kelainan ini ditandai oleh rasa haus yang sangat tinggi ( polidipsia ) dan pengeluaran urin yang encer dengan jumlah yang besar. (Suzanne C, 2002).

2.2.Epidemiologi
      Diabetus insipidus merupakan suatu penyakit langka yang jarang ditemukan. Menurut sebuah konsorsium Europian Partner, menyatakan ini merupakan penyakit langka yang terdapat 1 : 2000 orang.

2.3.Klasifikasi
      Klasifikasi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi Kedokteran, 2007. Jakarta:EGC
1.      Diabetes insipidus sentral (neurogenik)
            Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya berakibat fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari kerusakan hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan ADH. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, diabetes insipidus sentral (DIS) juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
            Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian sintetik ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal spray, maupun pil. Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus minum hanya jika haus. Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air sehingga ginjal mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap perubahan keseimbangan cairan dalam tubuh.
2.      Diabetes Insipidus Nefrogenik
            Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat di sebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle cell disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi desmopressin tidak akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ kadang dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi terjadinya volume overload.
3.      Diabetes Insipidus Dipsogenik
            Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output urin. Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes insipidus dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga terjadi volume overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi dimana konsentrasi Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak. Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus dipsogenik.
4.      Diabetes insipidus gestasional
            Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus dimana terdapat abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh digunakan sebagai terapi.

2.4.Etiologi
1.      Diabetes Insipidus Sentral atau Neurogenik
            Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, preventikular, dan filiformis hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH, menyebabkan terjadi penurunan dari produksi hormone ADH. Kelainan kelenjar hipotalamus dan pitituari posterior karena genetic atau idiopatik, disebut Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena tumor pada hipotalamus – pitituari, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor metastase dari mamae atau paru-paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder. Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti : phenitoin, alcohol, lithium carbonat
2.      Diabetes Insipidus Nefrogenik
            Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormone ADH sehingga ginjal terus menerus mengekuarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisis gagal menghasilkan ADH. Diabetes Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
a.       Penyakit ginjal kronik : ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut
b.      Gangguan elektrolit : hipokalemia, hipokalsemia
c.       Obat-obatan : litium, demoksilin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid, propoksifen
d.      Penyakit sikcle cell
     Penyakit ini tidak dapat dikontrol dengan membatasi masukan cairan, karena kehilangan volume urine dalam jumlah yang besar berlanjut terus bahkan tanpa penggantian cairan sekalipun. Upaya membatasi cairan menyebabkan pasien mengalami suatu kebutuhan akan cairan yang tiada henti-hentinya dan mengalami hipernatrimia serta dehidrasi berat.

2.5.Faktor Resiko
1.      Trauma kepala
2.      Operasi otak
3.      Kelainan ginjal à berpengaruh pada proses kerja ADH
4.      Obat-obatan , ex lithium
5.      Kelebihan berat badan
6.      Kurang aktifitas

2.6.Manifestasi Klinis
1.      Poliuria : haluaran urin harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan urin yang sangat encer, berat jenis urin 1,001 sampai 1,005. Biasanya mempunyai awitan yang mendadak, tetapi mungkin secara tersamar pada orang dewasa.
2.      Polidipsia : rasanya sangat kehausan , 4 sampai 40 liter cairan setiap hari terutama sangat membutuhkan air yang dingin.
3.      Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia
4.      Penggantian air yang tidak cukup dapat menyebabkan :
a.       Hiperosmolalitas dan gangguan SSP ( cepat marah, disorientasi, koma dan hipertermia )
b.      Hipovolemia, hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor kulit buruk.
5.      Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi. Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
Gejala lain
1.      Penurunan berat badan
2.      Bola mata cekung
3.      Hipotensi
4.      Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat
5.      Anoreksia

2.7.Patofisiologi
Fungsi utama ADH adalah meningkatkan reabsorbsi air di tubulus ginjal dan mengontrol tekanan osmotic ekstra seluler. Ketika produksi ADH menurun secara berlebihan, tubulus ginjal tidak mengabsorbsi air, sehingga air banyak diekskresikan menjadi urin, urinnya menjadi sangat encer dan banyak (poliuria) sehingga menyebabkan dehidrasi dan peningkatan osmolitas serum. Peningkatan osmolitas serum akan merangsang kemoreseptor dan sensasi haus korteks cerebral. Sehingga akan meningkatkan intake cairan peroral (polidipsi). Akan tetapi bila mekanisme ini tidak adekuat atau tidak ada, dehidrasi akan semakin memburuk. Pada diabetes mellitus urin banyak mengandung glukosa sedangkan pada diabetes insipidus urin tidak mengandung glukosa dan sangat encer.

2.8.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Diabetes Insipidus adalah :
1.      Hickey-Hare atau Carter-Robbins test.
            Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal akan menurunkan jumlah urin. Sedangkan pada diabetes insipidus urin akan menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urin pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urin pada pasien DIN.
2.      Fluid deprivation menurut Martin Golberg.
a.       Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung kencingnya kemudian ditimbah berat badannya, diperiksa volum dan berat jenis atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini diambil sampel plasma untuk diukur osmolalitasnya.
b.      Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam
c.       Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau setiap 3 jam bila dieresis kurang dari 300 ml/jam.
d.      Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.
e.       Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4 % tergantung mana yang terjadi lebih dahulu. Pengujian ini dilanjutkan dengan :
1)      Uji nikotin
a)      Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit.
b)      Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap sampel urine sampai osmolalitas/berat jenis urin menurun dibandingkan dengan sebelum diberikan nikotin.
2)      Uji Vasopresin :
a)      Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.
b)      Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis berikutnya atau 1 jam kemudian.
  1. Laboraturium: darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l. pada keadaan dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295 mOsmol/l dan osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. urin pucat atau jernih dan kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan laboraturium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
  1. Tes deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan defisiensi ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes insipidus dengan polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari. Hitung berat badan anak dan periksa kadar osmolalitas plasma urin setiap 2 jam. Pada keadaan normal, osmolalitas akan naik (<300) namun output urin akan berkurang dengan berat jenis yang baik (800-1200).
  2. Radioimunoassay untuk vasopressin
Kadar plasma yang selalu kurang drai 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes insipidus parsial dengan polidipsia primer.
  1. Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti kalsifikasi, pembesaran slla tursunika, erosi prosesus klinoid, atau makin melebarnya sutura.
  1. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus. Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pitutaria anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau disebut titik terang atau isyarat terang.

2.9.Penatalaksanaan
A.    Manajemen kolaboratif
            Obat pilihan untuk pasien dengan diabetes insipidus adalah vasopressin. Diabetes insipidus transien akibat trauma kapitis atau bedah tranfenoidal juga diberi obat vasopressin 5-10 IU intramuscular (IM) atau subkutan. Vasopresin mempunyai efek antidiuretik.
            Pengobatan yang lazim dipakai untuk pasien dengan diabetes insipidus. Nefrogenik adalah diet rendah natrium, rendah protein, dan obat diuretic (Thiaside). Diet yang rendah garam dengan obat diuretik diharapkan dapat menyebabkan sedikit pengurangan volume cairan. Sedikit pengurangan volume cairan dapat meningkatkan reabsorpsi natrium klorida dan air pada tubula renal sehingga sedikit air yang diekskresikan. Diuretic dapat meningkatkan osmolaritas pada ruang interstitial medular sehingga lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi yang lain untuk menangani diabetes insipidus nefrogenik adalah pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid. Obat ini mencegah produksi prostaglandin oleh ginjal dan bisa menambah kemampuan ginjal untuk  mengonsentrasi urine.
            Apabila pasien menunjukkan tand-tanda hipernatremia disertai dengan tanda-tanda gangguan SSP, misalnya letargi, disorentasi, hipertermia, pasien dapat diberikan dekstrosa dalam air atau minum air biasa kalau ia bisa minum. Penggantian air yang hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati karena bisa mengakibatkan edema serebral dan kematian.
B.     Manajemen keperawatan
            Fokus intervensi keperawatan adalah mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, istirahat, dan penyuluhan kesehatan mengenai:
1.      Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
a.       Pantau asupan dan haularan, berat badan setiap hari, berat jenis urine, tanda vital (ortostatik), turgor kulit, status neurologis setiap 1-2 jam selama fase akut, kemudian setiap 4-8 jam sampai pasien pulang.
b.      Harus selalu ada air yang siap diminum oleh pasien. Letakkan air dekat dengan pasien.
c.       Beri cukup waktu untuk istirahat. Pasien sering terganggu tidurnya karena poliuria dan nokturia.
2.      Penyuluhan pasien:
a         Uji diagnostic: Tujuan, prosedur, dan pemantauan yang diperlukan.
b        Obat : Manajemen mandiri, cara pemakaian, dosis, frekuensi, serta efek samping.
2.10.   Komplikasi
1.      Hipertonik enselopati
2.      Gagal tumbuh
  1. Kejang terlalu cepat koreksi hipernatremia, sehingga edema serebral
  2. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila tidak tersedia air minum dalam jumlah besar  

2.11.        WOC
Ideopatic/genetik                                tumor pada area hipotalamus              Pengaruh obat yang dapat            Penyakit
pituitary, trauma, proses infeksi          mempengaruhi sintesis dan           ginjal kronik,  
Kelainan hipotalamus              gangguan aliran darah, tumor             sekresi ADH                                       hipokalsemia,
dan kelenjar pituitary              metastase dr mamae atau paru                                                                        hipokalemia,
penyakit sicle cell

                                               
                                                                       
           
                        Kerusakan nukleus                  akson traktus                           Kegagalan pembentukan
supraoptik,                              supraoptik hipofisis                 gradient osmotic dlm medula
parafentrikuler dan                  posterior rusak
filiformik                                                                                 Tubulus ginjal tidak dapat
                                                                                                mereabsorbsi air
 Kegagalan                              Gangguan                                 
Mensintesis ADH                   pengangkutan ADH                Reabsorbsi air ↓

Produksi ADH                                    ADH yang tersimpan              Kegagalan sekresi ADH
menurun                                  tidak dapat terangkut                                     
ke sirkulasi                             
                                                                              ADH dlm                                                       
Sintesis ADH tidak                       sirkulasi                                                    
       memenuhi kebutuhan                                                                                                                                                         (DI Sentral)                                                                                                    (Diabetes Insipidus Nefrogenik)
DIABETES INSIPIDUS








 


Produksi urin ↑                        Minimnya informasi                                        Urin hipotonis melewati                                                                                    tentang proses penyakit                                  melewati tubulus ginjal
Poliuria                                                            dan pengobatan
                                                            Na lebih banyak dikeluarkan
Nokturia                                  Klien tidak menjalankan                                
MK : Kurang Pengetahuan
 
MK : Gangguan pola istirahat tidur
 
instruksi secara adekuat                                  Urin masuk ke collecting duct                                                                                                                                                                                                                                         Osmolalitas urin ↑                  
                                                                                                                                               
Merangsang haus (polidipsia)
MK : Perubahan eliminasi urine
 
                                                                       
Ekskresi meningkat                 Dehidrasi
                                                                                                                                   
                                                                        Keseimbangan cairan             Turgor kulit                                                                             terganggu                                    buruk
                                                                                                                                   
MK : Kerusakan Integritas kulit
 
                                                                        Asupan cairan tidak adekuat
                                               
                                                                                    Hipovolemia                           
MK : Kurangnya volume cairan dalam tubuh
 
                                                                       

                                                                                                                       

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.PENGKAJIAN
1.      Identitas diri klien
Nama              : Tn.X
Umur              : 40 tahun
Jenis kelamin  : Laki-laki
Status             : Menikah
Pekerjaan        : Wiraswasta
Alamat           : Surabaya
Suku               : Indonesia
1.      Riwayat Sakit dan Kesehatan
Keluhan utama
Pasien mengeluh sering buang air kecil pada malam hari dan selalu merasa haus yang berlebihan terutama air dingin.
Riwayat penyakit saat ini
Pasien mengalami poliuria, polidipsia, dan dehidrasi
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit adanya cedera otak 3 minggu yang lalu
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita gangguan pada kelenjar hipofisis yang memungkinkan terjadinya penularan sebelumnya.
a.       Pola manajemen koping stress
Klien mengatakan suka merokok jika sedang stress.
b.      Kondisi spiritual
Klien mengatakan penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari Tuhan
c.       Pola peran hubungan
Komunikasi: Dalam berkomunikasi klien berkomunikasi baik dengan keluarganya.
Hubungan dengan orang lain: Sosialisasi klien dengan orang lain selain keluarganya baik.
Kemampuan keuangan: Keluarga pasien dapat digolongkan dalam kelompok sosial kelas bawah.
2.      Pemeriksaan fisik (Review of System)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes insipidus meliputi pemeriksaan fisik umum per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breath), B2 (blood), B3 (brain), B4 (bladder), B5 (bowel) dan B6 (bone).
a.       B1 (breath)
tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma dan suara nafas normal.
b.      B2 (blood)
suara jantung vesikuler. Perfusi perifer baik.
c.       B3 (brain)
bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik.
d.      B4 (bladder)
Poliuria sangat encer ( 10 liter ) dengan berat jenis 1.010, osmolalitas urin 50-150 mosmol/L. Minum 4-5 lt/hr karena selalu merasa haus
e.       B5 (bowel)
Mukosa kering, polidipsia, penurunan berat badan, dehidrasi, dan konstipasi.
f.       B6 (bone)
Kulit bersih, turgor kulit buruk, dan tidak ada nyeri persendian.
3.      Data Laboratorium
Osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (normal = 300-450 mosmol/L).
Osmolalitas plasma >295 mosmol/L (normal = <290 mosmol/L).
Urea N: <3 mg/dl.(normal = 3 - 7,5 mmol/L).
Kreatinin serum: 75 IU/L. (normal = <70 IU/L).
Bilirubin direk: 0,08 mg/dl. (normal = 0,1 - 0,3 mg/dl).
Bilirubin total: 0,01 mg/dl. (normal = 0,3 – 1 mg/dl).
SGOT: 38 U/L. (normal = 0 - 25 IU/L).
SGPT: 18 U/L. (normal = 0 - 25 IU/L)
Data tambahan : poliuria= 10 liter dengan berat jenis 1.10, osmolitas urin 50-150 mOml/liter.


ANALISA DATA

No
Data
Etiologi
Masalah
1.       
DS:Merasa haus yang berlebihan
DO:
input 4-5 lt/hari,
Output : 10 liter 
turgor kulit buruk 
Mukosa kering


Kegagalan sekresi ADH
Urin hipotonis melewati tubulus ginjal
keluaran Na ↑
Urin masuk ke collecting duck
Osmolalitas urin ↑
   
Merangsang haus (polidipsia)
Ekskresi ↑
Keseimbangan cairan terganggu
Asupan tidak adekuat
Hipovolemia
Kekurangan volume cairan

Kekurangan volume cairan 
2.       
DS:
Klien mengatakan banyak kencing di malam hari
Klien mengatakan selalu merasa haus
Klien mengatakan mengalami cidera otak 3 minggu yang lalu
DO :
Poliuria (10 liter)
50-150 mOml/liter.
Produksi ADH↓
Sintesis ADH tidak memenuhi kebutuhan
Produksi urin ↑
Poliuria
Perubahan Eliminasi Urin
Perubahan Eliminasi Urin
3.       
DS:Pasien mengatakan sulit tidur karena harus bangun pada malam hari untuk buang air kecil
DO:Badan lemas dan mata cowong
Reabsorbsi air di tubulus ginjal ↓
Produksi urin ↑
Poliuria
Nocturia
Gangguan pola istirahat  tidur


Gangguan pola istirahat  tidur
4.       
DS:klien mengungkapkan kurang tahu tentang penyakitnya
DO:Klien terlihat cemas dan depresi yang mengakibatkan kesalahan informasi atau kekurangan informasi

Tidak ada riwayat diabetes insipidus keluarga
Minimnya informasi tentang pengobatan
Tidak menjalankan instruksi dengan adekuat
Kurang pengetahuan
Kurang pengetahuan
5.       
DS : Pasien mengatakan sering buang air kecil dan selalu merasa haus
DO : input 4-5 lt/hari,
Output : 10 liter 
turgor kulit buruk 
Mukosa kering

Urin hipotonis melewati tubulus ginjal
keluaran Na ↑
Urin masuk ke collecting duck
Osmolalitas urin ↑
   
Merangsang haus (polidipsia)
Ekskresi ↑
Dehidrasi
Turgor kulit buruk
Kerusakan integritas kulit
Kerusakan integritas kulit

3.2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan Gangguan elektrolit
2.      Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan Peningkatan produksi urin
3.      Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan Nokturia
4.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Dehidrasi
5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan Kurang informasi.

3.3.INTERVENSI  

Dx 1 :. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan Gangguan elektrolit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan kebutuhan cairan pasien terpenuhi.
Kriteria hasil:
1.      Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, BJ urin normal.
2.      TTV dalam batas normal.
Suhu: 37º C
Nadi : 80-100x/m
RR : 16-24x/m
TD : 110/80
3.      Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lemban, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi
Rasional
Kaji dan pantau TTV dan catat jika ada perubahan
Untuk mengetahui TTV
Berikan cairan sesuai kebutuhan
Memberikan tambahan cairan pada pasien dan untuk membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dehidrasi serta memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh
Catat intake dan output cairan
Untuk mengetahui perkembangan status kesehatan klien serta untuk mengontrol asupan klien
Monitor dan timbang BB
Mengetahui berapa cairan yang hilang dalam tubuh
Monitor status hidrasi (suhu tubuh,  kelembaban membrane mukosa, warna kulit)
Mengetahui tingkat dehidrasi
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV
Untuk mengatasi kekurangan cairan
Dx. 2 : Perubahan Eliminasi Urin berhubungan dengan Peningkatan produksi urin
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan gangguan eliminasi urin teratasi
Kriteria Hasil :
1.      Karakteristik urin meliputi warna, berat jenis, jumlah, bau normal
2.      Tidak terjadi nocturia
3.      Pola eliminasi normal

Intervensi
Rasional
Monitor dan kaji karakteristik urin meliputi frekuensi, konsistensi, bau,  volume, dan warna
Mengetahui sejauh mana perkembangan fungsi ginjal dan untuk mengetahui normal ata u tidaknya urin klien
Batasi pemberian cairan sesuai kebutuhan
Mengurangi pengeluaran cairan berupa urin terutama saat malam hari
Catat waktu terakhir klien eliminasi urin
Mengidentifikasikan fungsi kandung kemih, ginjal, dan keseimbangan cairan.
Intruksikan klien/keluarga untuk mencatat output urin klien
Mengetahui apakah masih terjadi poliuria
Dx 3 : Gangguan Pola istirtahat Tidur berhubungan dengan Nokturia
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan pola tidur pasien tidak terganggu
Kriteria hasil:
1.      Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
2.      Pola tidur, kualitas dalam batas normal
3.      Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat
4.      Mampu mengidentifikasikan hal-hal yang meningkatkan tidur
Intervensi
Rasional
Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
Meningkatkan kualitas tidur
Ciptakan lingkungan yang nyaman
Untuk membantu relaksasi saat tidur.
Kolaborasi pemberian obat tidur
Tidur cukup
Bantu pasien untuk mengidentifikasi factor yang menyebabkan kurang tidur
Untuk mengetrahui penyebab kurang tidur dan menghindari agar kualitas tidur terpenuhi
Dekatkan pispot di tempat tidur
agar pasien lebih mudah saat BAK pada malam hari
Dx 4 : Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan Dehidrasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan turgor kulit membaik
Kriteria Hasil :
1.      Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan(sensasi, elastisitas,temperature, hidrasi, pigmentasi
2.      Perfusi jaringan baik
3.      Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Intervensi
Rasional
Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan kering
Oleskan lotion atau minyak pada kulit yang tertekan
Untuk menjaga kelembaban kulit
Dx 5 : Kurang Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Informasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan pengetahuan pasien menjadi adekuat
Kriteria Hasil :
1.      Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan
2.      Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3.      Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan pasien atau petugas kesehatan lainnya
Intervensi
Rasional
Menjelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala)

Agar pasien dan keluarga mengetahui bagaimana proses penyakit terjadi
Menentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya

Untuk mengetahui seberapa jauh klien tahu tentang penyakitnya
Diskusikan perubahan gaya hidup

Untuk mencegah dan mengontrol proses penyakit


















BAB IV
PENUTUP

4.1.Kesimpulan        
     Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang disebabkan oleh defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic (ADH). Kelainan ini ditandai oleh rasa haus yang sangat tinggi ( polidipsia ) dan pengeluaran urin yang encer dengan jumlah yang besar. (Suzanne C, 2001). Diabetus insipidus merupakan suatu penyakit langka yang jarang ditemukan. Menurut sebuah konsorsium Europian Partner, menyatakan ini merupakan penyakit langka yang terdapat 1 : 2000 orang. Penyebab terjadinya Diabetes Insipidus antara lain : Defisiensi ADH ( diabetes insipidus sentral) yang mungkin kongenital atau didapat, disebabkan oleh defek SSP, trauma kepala, infeksi , tumor otak, atau idiopatik. Penurunan sensitivitas ginjal pada ADH ( diabetes insipidus nefrogenik ) biasanya menyertai penyakit ginjal kronis , atau supresi ADH sekunder akibat mengkonsumsi cairan berlebihan ( polidipsia).
     Klasifikasi diabetes insipidus yaitu ada 4, DI sentral, DI nefrogenik, DI dispogenik, DI gestasional. Adapun manifestasi klinis pada diabetes insipidus meliputi polidipsia, poliuria, gangguan pola tidur akibat nokturia dan poliuria, anoreksia, penurunan berat badan, dll. Pemeriksaan diagnostic untuk menegakkan diabetes insipidus dapat menggunakan uji nikotin, uji vasopresin, laboraturium: darah, urinalis fisis dan kimia, tes deprivasi air, MRI, dll. Penatalakasanaan secara kolaboratif yaitu vasopressin sebagai obat pilihan untuk penderita diabetes insipidus dan penatalaksanaan secara keperawatan dapat memantau status keseimbangan cairan dan elektrolit untuk memonitor pasien yang beresiko terhadap dehidrasi.
Asuhan Keperawatan terdiri dari Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, dan intervensi

4.2.Saran
     Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan kita mampu memahami dan mengetahui asuhan keperawatan dan konsep/teori dari gangguan pada sistem Endokrin mulai dari definisi, penyebaran penyakit, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, factor resiko, pemeriksaan penunjang, penatalaksaandan komplikasi. Tentunya kita sebagai seorang perawat harus mampu dan menguasai konsep/teori sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan pada gangguan sistem Endokrin yang nantinya sebagai bekal pada saat terjun langsung ke rumah sakit dan berhadap langsung dengan seorang klien.



















DAFTAR PUSTAKA

Nurarif,Amin H.dkk.2013. Panduan Penyusunan Askep Profesional : Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta: Mediaction
Price, Sylvia A.dkk.2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Vol. 2. Jakarta : EGC